Prilaku Saya
Saya cuek padamu
Saya marah padamu
Saya koreksi kamu
Itu semua karena saya
tidak ingin kamu terluka
tidak ingin kamu kecewa
tidak ingin kamu berbuat kesalahan
karena saya sayang kamu
karena saya peduli padamu
karena saya perhatian padamu
Romantisme Cinta Seorang Muslim
Romantisme Cinta Seorang Muslim
Film ini mengambil shooting di India dan Indonesia.
Seperti apa esensi cinta yang terlukis? Cinta bisa jadi agung dan mengharubiru, namun dapat juga kemudian berubah menjadi picisan. Cinta itu bisa indah dan membuat bahagia, tetapi cinta bisa pula berubah menjadi petaka.
Cinta hakikatnya adalah sumber universal kehidupan manusia. Karena itu sesungguhnya ada sesuatu yang mulia dan sakral darinya, yakni cinta yang berlandaskan iman yang akan mengekalkan makna cinta sekaligus menguatkan arti cinta itu sendiri.
Cinta yang berlandaskan iman itu tersirat dalam kisah film Ayat-ayat Cinta. Film arahan sutradara muda Hanung Bramantyo yang dibintangi antara lain Fedi Nuril, Rianti Cartwright, Carissa Puteri, Zaskia Adya Mecca, dan Melanie Putria, itu akan menghiasi layar bioskop-bioskop di di Tanah Air dalam waktu dekat.
''Ini adalah kisah cinta, tapi bukan cuma sekadar kisah cinta yang biasa. Ini tentang bagaimana menghadapi turun-naiknya persoalan hidup dengan cara Islam,'' tutur Hanung mengenai film Ayat-ayat Cinta. Film ini merupakan hasil adaptasi dari novel Islami populer berjudul sama, karya Habiburrahman El Shirazy. Novel Ayat-yat Cinta merupakan pelopor karya sastra Islam yang diterbitkan pertama kali pada 2004 melalui penerbit Basmala dan Republika.
Hanung menilai novel tersebut relatif sempurna, di mana sang tokoh utama mempunyai sifat yang tanpa cela. Namun dalam kosep tontonan, ia berusaha melakukan penyesuaian. ''Di film dibikin tokoh utamanya sebagai manusia yang juga punya banyak salah, bukan bukan lelaki sempurna. Tapi, yang membuatnya tampak sempurna, karena dia sadar bahwa dirinya tidak sempurna,'' ujar Hanung mengenai film ketiga produksi MD Productions ini.
Ia mengaku tidak mudah membuat film bernapaskan Islami yang mengambil lokasi shooting di India dan Indonesia. Meskipun berniat untuk tidak menjadikan Ayat-ayat Cinta sebagai film agama, seperti novelnya, namun, Hanung tetap menginginkan agar film itu tidak berbeda jauh dari aslinya.
''Aku mulai sadar bahwa tidak mudah membuat film agama. Film yang membuat penonton bercermin. Dan, agama adalah cermin bagi manusia untuk senantiasa melihat kembali dirinya, kotor, atau bersih?,'' tutur peraih piala Citra lewat film Brownies ini.
Pilihan
Film yang didukung dengan themesong Ayat-ayat Cinta ciptaan Melly Goeslaw dan dinyanyikan Rossa, ini mengisahkan tentang kehidupan seorang mahasiswa Indonesia bernama Fahri bin Abdullah Shiddiq (Fedi Nuril) yang sedang mengenyam pendidikan di Universitas Al-Azhar Mesir. Pria ganteng berusia 28 tahun, ini cerdas, simpatik, bersahaja, dan memegang teguh prinsip hidup dan kehormatannya. Hal itu membuat beberapa gadis jatuh hati padanya.
Fahri menjalankan hidup apa yang diajarkan kepadanya, berkutat dengan berbagai macam target dan kesederhanaan hidup. Semua target dijalaninya dengan penuh antusiasme kecuali satu, menikah.
Kenapa? Karena Fahri adalah laki-laki taat yang begitu lurus. Dia tidak mengenal pacaran sebelum menikah. Dia kurang artikulatif saat berhadapan dengan mahluk bernama perempuan. Hanya ada sedikit perempuan yang dekat dengannya selama ini, neneknya, ibunya, dan saudara perempuannya.
Betul begitu? Sepertinya pindah ke Mesir membuat hal itu berubah. Fahri dihadapkan pada kejutan-kejutan menarik atas pilihan hatinya. Adalah Maria Girgis (Carissa Putri), gadis Kristen Koptik yang mengagumi Alquran dan jatuh cinta pada Islam. Maria bertetangga dengan Fahri. Dia menderita, karena cinta yang teramat dalam kepada Fahri. Sayang cinta Maria hanya tercurah dalam diary saja.
Kemudian muncul Nurul binti Ja'far Abdur Razaq (Melanie Putria), anak seorang kyai terkenal di Jawa Timur yang juga mengeruk ilmu di Universitas Al Azhar. Sebenarnya Fahri menaruh hati pada gadis manis ini.
Sayang rasa mindernya yang hanya anak keturunan petani membuatnya tidak pernah menunjukkan rasa apa pun pada Nurul. Sementara Nurul, dengan aura yang menenangkan, kecerdasan, dan kualitasnya menyatukan segala kelebihannya. Dia sangat percaya diri menginginkan Fahri sebagai suaminya.
Noura bin Bahadur, 22 tahun (Zaskia Adya Mecca). Gadis Mesir yang bertetangga dengan Fahri ini hidupnya sangat menderita, karena sering 'disiksa' oleh ayahnya. Fahri berempati penuh dengan Noura dan ingin menolongnya.
Terakhir muncullah Aisha (Rianti Cartwright). Mahasiswi asing keturunan Jerman dan Turki, ini sangat cerdas, cantik, dan kaya raya. Aisha yang memiliki mata indah ini menyihir Fahri. Sejak sebuah kejadian di Metro, saat Fahri membela Islam dari tuduhan kolot dan kaku, Aisha jatuh cinta pada Fahri. Dan Fahri juga tidak bisa membohongi hatinya.
memutuskan untuk menikah dengan Aisah, tiga perempuan lainnya menjadi patah hati, dan mereka pun melakukan cara masing-masing untuk mengatasi patah hati itu. Ada yang memfitnah, ada yang menangis meraung-raung untuk meminta dan rela untuk dipoligami, ada juga yang frustasi dan akhirnya jatuh sakit.
Secara keseluruhan alur cerita film ini menarik, dan mungkin tergolong asing bagi pecintan film nasional. Daya tarik film ini lebih kuat lagi dengan alunan suara Rossa yang mengantarkan theme song bertajuk Ayat-ayat Cinta yang begitu romantis. ruz
( )http://republika.co.id/koran_detail.asp?id=324251&kat_id=383
Insya Allah
- sanggup memenuhi namun takut ada halangan.
- tidak sanggup memenuhi namun tetap berusaha untuk menyanggupi.
Petisi Gambar Nabi di Wikipedia
Objek kali ini yakni mengenai Nabi Muhammad saw. dalam halaman tersebut diberikan beberapa ilustrasi gambar Nabi Muhammad saw. ketika berda'wah di Mekkah, ketika penyelesaian pembangunan ka'bah dengan meletakkan Hajar Aswad. dan ilustrasi sholat di depan ka'bah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw.
Yang saya tahu ketika saya mengaji disebutkan bahwa Nabi Muhammad saw tidak boleh digambarkan wajahnya, namun gambar yang ada di wikipedia, kalau melihat di penjelasan mengenai gambarnya, terlihat bahwa yang melukiskannya adalah orang islam sendiri. contoh nya (saya berikan link gambarnya ajah ya . . .) :
- Gambar yg ini http://en.wikipedia.org/wiki/Image:Siyer-i_Nebi_151b.jpg dengan deskripsinya : Nakkaş Osman [c. 1595]. Prophet Muhammad at the Ka'ba, Siyer-i Nebi: The Life of the Prophet. Ottoman miniature. Topkapi Palace Museum, Istanbul (Inv. 1222/123b). Muhammad's face is veiled, a practice followed in Islamic art since the 16th century.
- Gambar yang ini http://en.wikipedia.org/wiki/Image:Mohammed_kaaba_1315.jpg dengan deskripsi : The earliest surviving depiction of Muhammad from Rashid al-Din's Jami' al-Tawarikh, approximately 1315, illustrating the episode of the Black Stone.
- gambar yang ini http://en.wikipedia.org/wiki/Image:Maome.jpg dengan deskripsi : 15th century illustration in a copy of a manuscript by Al-Bīrūnī, depicting Muhammad preaching the Qur'ān in Mecca.
kalau tidak setuju menampilkan gambar Nabi di Wikipedia, silahkan berpartisipasi dengan klik link diatas.
Allahu 'alam
Alam Tidak Bersahabat???
Pagi harinya sebelum berangkat kerja, tetangga bercerita bahwa rumahnya terkena hempasan asbes dari rumah sebelah, asbes penjual bakso juga terhempas. Disitu ada yang berceletuk alam sedang tidak bersahabat dengan kita.
Benarkah demikian?? ketika terjadi angin kencang, petir, hujan, kemarau berkepanjangan, kekeringan sering dikatakan sebagai alam sedang tidak bersahabat dengan manusia. Namun ketika alam terasa sejuk, angin sepoi-sepoi, matahari tidak terlalu menyengat dikatakan alam sedang bersahabat dengan kita.
Tahukan kawan, sebenarnya alam selalu bersahabat dengan manusia. Apapun kondisi alam yang dirasakan manusia seperti angin kencang, hujan, badai, petir, atau angin sepoi-sepoi, udara yang sejuk merupakan tanda bahwa alam selalu bersahabat dengan manusia.
Kalau dari yang saya pelajari, segala kejadian alam seperti petir, hujan dsb merupakan salah satu tanda bahwa alam sedang menyeimbangkan dirinya sendiri sehingga kembali normal. ketika segala sesuatunya normal udara tidak terpolusi, sampah tidak ada, hutan tidak gundul maka alam tidak akan terjadi banjir, longsor, petir, angin puting beliung, dsb.
Malah manusia sendiri yang tidak bersahabat dengan alam seperti mendirikan bangunan setinggi-tingginya tanpa mengetahui bagaimana keadaan alam sekitar ketika bangunan sudah berdiri dikemudian hari, membuang sampah sembarangan, buang ingus sembarangan, buang ludah sembarangan, menggunakan energi berlebihan tidak sesuai kebutuhan, dsb.
So bersahabatlah dengan alam.
Be Green
Allahu 'alam
AIDS Haraki
Oleh: Tim dakwatuna.com
dakwatuna.com - Aku gemakan sebuah gaung kewaspadaan terhadap kerusakan yang melingkupi dan bahaya yang mengancam. Itulah wabah Aids Haraki yang menggerogoti bangunan harakah dan tanzhim serta menghacurkannya menjadi puing. Sebuah wabah yang diingatkan Al-Qur’an dengan tegas: “…dan janganlah kamu berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatan…”
Maka adakah yang menyambut gema ini? Saya berharap demikian. Allah sajalah yang memberi pertolongan dan kepada-Nya lah kita bertawakkal.
1 Ramadhan 1409 H
Fathi Yakan
Aids Haraki. Ya, demikianlah Ustadz Fathi Yakan - seorang ulama dan mujahid dakwah tingkat dunia - mengistilahkan suatu fenomena yang telah dan sedang terjadi di sebagian harakah (gerakan) Islam. Ini adalah sebuah peringatan keras dari beliau kepada para aktivis dakwah, lebih dari delapan belas tahun lalu. Fa dzakkir inna adz-dzikra tanfa’ul mu’miniin.
Aids adalah kondisi ketika seseorang mengalami kehilangan daya kekebalan tubuh, sehingga menjadi sangat rentan terhadap berbagai penyakit. Dan karena virus HIV yang menyebabkan penyakit AIDS ini belum ditemukan obatnya hingga saat ini, para pengidap HIV/AIDS pada umumnya akan segera mengalami kematian secara mengenaskan.
Dalam bukunya yang berjudul Ihdzaruu Al-Aids Al-Haraky (1989), Ustadz Fathi Yakan secara khusus menyoroti kasus kehancuran harakah (gerakan) dan tanzhim (organisasi) dakwah di Libanon. Pada saat yang sama beliau juga menemukan fenomena yang sama sedang terjadi di sebagian negeri-negeri muslim lainnya.
Menurut pendapat beliau, kasus-kasus kehancuran organisasi dakwah yang berawal dari melemahnya daya tahan internal organisasi mereka, seringkali terjadi di saat mereka berada pada mihwar siyasi (orbit politik), yaitu saat gerakan Islamiyah memasuki wilayah politik untuk menyempurnakan wilayah amal dan pencapaian sasaran dakwahnya.
Mengapa begitu? Apakah masuknya gerakan dakwah Islam ke dalam wilayah politik adalah suatu kekeliruan? Tentu saja tidak! Karena syumuliyatul-Islam (sifat kemenyeluruhan ajaran Islam) mengharuskan politik sebagai bagian tak terpisahkan dari Islam. Dan syumuliyatud-da’wah menuntut kita untuk memasuki wilayah politik.
Lalu bagaimana suatu gerakan dakwah bisa terjangkiti penyakit aids dan kemudian mengalami kehancuran? Dalam analisisnya, Ustadz Fathi Yakan menyebutkan tujuh faktor yang menyebabkan semua ini.
Faktor penyebab pertama, hilangnya manna’ah i’tiqadiyah (imunitas keyakinan) dan tidak tegaknya bangunan dakwah di atas pondasi fikrah dan mabda’ yang benar dan kokoh. Dampak yang timbul dari faktor ini di antaranya adalah tidak tegaknya organisasi dakwah di atas fikrah yang benar dan kokoh.
Adakalanya sebuah organisasi hanya berwujud tanzhim ziami, yaitu bangun organisasi yang tegak di atas landasan loyalitas kepada seorang pemimpin yang diagungkan. Ada lagi yang berupa tanzhim syakhshi, yaitu bangun organisasi yang dibangun di atas bayangan figur seseorang. Yang lain berupa tanzhim mashlahi naf’i yaitu bangun organisasi yang berorientasi mewujudkan tujuan materi semata.
Dengan begitu, jadilah bangunan organisasi dakwah tadi begitu lemah dan rapuh. Tidak mampu menghadapi kesulitan dan tantangan. Akhirnya goncanglah ia dan bercerai-berailah barisannya, sehingga muncul berbagai tragedi yang menimpanya.
Faktor penyebab kedua, rekruting berdasarkan kuantitas, dimana bilangan dan jumlah personil menjadi demikian menyibukkan dan menguras perhatian qiyadah (pemimpin) dakwah. Dengan anggapan bahwa jumlah yang banyak itu menjadi penentu kemenangan dan kejayaan. Kondisi ini memang seringkali mendapatkan pembenarannya ketika sebuah gerakan dakwah tampil secara formal sebagai partai politik.
Orientasi kepada rekruting kuantitas - pada sisi lain - akan memudahkan pihak-pihak tertentu menciptakan qaidah sya’biyah atau basis dukungan sosial untuk kepentingan realisasi tujuan-tujuannya. Dalam situasi tertentu bisa muncul figur atau tokoh-tokoh tertentu dalam gerakan dakwah yang memperjuangkan kepentingannya dengan memanfaatkan qaidah sya’biyah yang dibangunnya. Pada saat seperti inilah, qaidah sya’biyah ini bisa berdiri sebagai musuh bagi gerakan dakwah.
Faktor penyebab ketiga, bangunan organisasi dakwah tergadai oleh pihak luar. Baik tergadai oleh sesama organisasi dakwah, organisasi politik, maupun negara. Boleh jadi juga tergadai oleh basis-basis kekuatan yang ada di sekelilingnya; baik secara politis, ekonomi, keamanan, atau keseluruhan dari unsur-unsur ini.
Akibatnya, bangun organisasi dakwah tadi kehilangan potensi cengkeram, kabur orientasi, dan arah politiknya. Jadilah ia sebuah organisasi yang diperalat bagi kepentingan pihak lain, meskipun terkadang ia sendiri bisa mendapatkan kepentingannya dengan cara itu.
Faktor penyebab keempat, tergesa-gesa ingin meraih kemenangan meskipun tidak diimbangi dengan sarana yang memadai, dalam kondisi minimal sekalipun. Wilayah politik identik dengan pos-pos kekuasaan. Ada semangat pencarian dan pencapaian pos-pos kekuasaan yang pasti dilakukan oleh setiap pelaku politik. Dan semua itu akan berlangsung seperti tidak ada ujung akhirnya.
Kekuasaan, di manapun - menurut Ustadz Fathi Yakan - kemampuannya membagi ghanimah (harta) kepada aparat sebanding dengan potensinya menderita kerugian. Bahkan ghanimah yang telah diperoleh itu terkadang justru melahirkan cobaan dan bencana bagi gerakan dakwah. Pemicunya adalah sengketa dalam pembagiannya; antar personil, personil dengan pemimpin serta penguasa yang berambisi mendapatkan bagian terbanyak.
Sesungguhnya, kajian yang jernih terhadap faktor-faktor yang mengantarkan beberapa hizb (partai) meraih kekuasaannya atas berbagai wilayah di dunia, mampu mengungkap sejauh-mana dampak negatif bahkan bahaya yang dihadapi oleh hizb tadi.
Dampak negatif tadi antara lain berupa keruntuhan dan kehancurannya, serta terpecah-belahnya hizb itu menjadi kepingan, kehilangan prinsip dan orientasi, yang akhirnya mengantarkannya menjadi sebuah kelompok yang mengejar kepentingan hawa nafsu dan materi duniawi semata.
Faktor penyebab kelima, munculnya sentra-sentra kekuatan, aliran, dan sayap-sayap gerakan dalam tubuh gerakan dakwah. Kebanyakan bangunan organisasi dakwah yang mengalami pertikaian dan perselisihan berpotensi melahirkan hal-hal di atas.
Sebuah gerakan dakwah, apa saja namanya, apabila memiliki ta’addudul wala’ (multi loyalitas) dan dikendalikan oleh beragam kekuatan, tidak tunduk kepada qiyadah (kepemimpinan) tunggal, di mana hati para personil dan para mas’ul-nya tidak terhimpun pada seseorang yang dipercaya, maka ia menjadi gerakan dakwah yang potensial melahirkan pertikaian, berebut pengaruh dan kekuasaan untuk meraih ambisi-ambisi pribadi.
Faktor penyebab keenam, campur-tangan pihak luar. Di zaman sekarang, faktor-faktor ini telah begitu dominan mempengaruhi dunia. Kekuatan siyasiyah (politik), fikriyah (pemikiran), asykariyah (militer), dan jasusiyah (intelejen) yang beraneka ragam dikerahkan untuk memukul seterunya dengan target kehancuran bangunan organisasi dakwah.
Hal ini dilakukan melalui deteksi cermat terhadap titik lemah, kemudian menawarkan “dukungan”, setelah itu dipukul hancur. Pintu masuk menuju ke sana memang sangat banyak. Adakalanya melalui pintu siyasah, yaitu dengan menawarkan berbagai kemaslahatan politik. Terkadang melalui pintu maliyah, dengan jalan menutup kebutuhan finansial. Lain kali melalui pintu amniyah, yaitu dengan menjanjikan perlindungan keamanan. Hal-hal itu dilakukan satu per satu atau secara bersama-sama.
Kapankah kekuatan eksternal bisa masuk ke dalam tubuh organisasi dakwah? Yaitu ketika bangunan organisasi dakwah secara umum mengalami kelemahan; keringnya ruh akidah, baik di tingkat personil anggota maupun level pemimpinnya, dan beratnya beban maddiyah (materi) maupun ma’nawiyah (moril) yang harus dipikul. Jadilah ia sebuah bangunan organisasi rapuh yang pintu-pintunya terkuak. Orang pun dengan leluasa masuk ke dalamnya untuk mewujudkan ambisi mereka dengan seribu satu cara.
Faktor penyebab ketujuh, lemah atau bahkan tidak adanya wa’yu siyasi (kesadaran politik). Sebuah gerakan dakwah Islam - di mana saja - apabila tidak memiliki wa’yu siyasi yang tinggi dan baik, tidak akan bisa hidup mengimbangi zaman; tidak memahami kejadian yang ada di sekelilingnya, terkecoh oleh fenomena permukaan, lupa mengkaji apa di balik peristiwa, tidak mampu merumuskan kesimpulan-kesimpulan dari berbagai peristiwa global, tidak bisa membuat footnote setelah membaca teks, tidak mampu meletakkan kebijakan politik lokal berdasarkan kondisi-kondisi politik internasional, dan lain-lain kepekaan.
Apabila sebuah gerakan dakwah memiliki kelemahan seperti itu, di saat mana arah politik demikian tumpang-tindih dan keserakahan demikian merajalela, yang tampak di permukaan tidak lagi sebagaimana isinya, maka ia akan menjadi organisasi gerakan dakwah yang langkahnya terseok-seok, sikap-sikapnya kontradiktif, dan mudah terbawa arus. Apabila sudah demikian, datanglah sang penghancur untuk memutuskan hukuman mati atasnya.
Ada hal penting dan mendasar dari analisis lanjutan Ustadz Fathi Yakan yaitu, semua faktor yang dipaparkan di atas adalah buah dari pohon “politik mendominasi tarbiyah”. Iklim atau munakh dalam gerakan dakwah lebih kental politik, yang bahkan sangat mempengaruhi bangunan sikap-perilaku jajaran kader dan para pemimpinnya.
Semoga kita bisa mengambil pelajaran dan manfaat dari taushiyah yang disampaikan lebih dari delapan belas tahun silam untuk kebaikan dan kemajuan gerakan dakwah di Indonesia. Amin. []
http://www.dakwatuna.com/index.php/fiqh-dawah/2008/aids-haraki/
Opini soal artikel "Islam Ngotot Muncul dari Kota"
Kalau saya sendiri berpikiran, "Islam Leleran"? "Islam Kota" kenapa perlu ada pengkotakan ya? bisa ada disintegrasi nih di tubuh Islam.
Pandangan pribadi nih, lakukan aja yang menurut masing-masing orang ketahui sesuai ilmu yang di miliki, g perlu lah namanya mengkotak-kotakkan, mengadili, melabeli, seseorang atau suatu kelompok dengan label tertentu.
Tentunya pemahaman satu orang dengna orang lain berbeda, g akan sama, selama aqidahnya tetap tiada illah selain Allah dan Muhammad Rosul Allah yg terakhir. terus imannya masih pada yang enam dan islamnya masih pada yang lima. udah cukup dikatakan dia Islam.
Apakah seseorang itu keras atau lembut, itukan karena ilmu yg dia peroleh. Kalau saya mah g usah deh menghakimi, cukup jalanin aja keyakinan kita. Kalau keyakinan kita mengharuskan kita tegas, ya lakukan ketegasan tersebut. Kalau keyakinan kita mengharuskan kita lembut, ya lembutkanlah.
Sibukkan diri dengan Hisab diri sendiri, g usah sibukkan diri dengan hisab orang lain. Udah yakin amal ente diterima? atau dengan menghakimi orang lain malah nambah dosa??? kalo kerjaannya emang jadi hakim, no comment deh.
ps: saya masuk pada salah satunya g ya??
Yang menimpali,
menarik..
tapi kalo kita lihat fenomena yang ada ternyata "Islam Leleran" juga ngotot muncul dari kota, yaitu orang-orang islam (bahkan konon dipanggil cendekiawan muslim) yang tidak terusik sanubarinya ketika aqidah agamanya dilecehkan dengan bermunculannya aliran sesat. Mereka bahkan mengatakan kalo semua agama itu sama, al-qur'an hanya produk sejarah, menafsirkan Al-qur'an dengan metode hermeunetika yang lebih mengedepankan akal, menolak perda-perda syari'ah karena dianggap mengancam disintegrasi, bahkan menolak syari'ah islam utk diterapkan di muka bumi ini.
Islam leleran sseperti ini bahkan telah mulai merambah ke kantong-kantong organisasi basis masa Islam seperti NU dan Muhammadiyah, terbukti dengan
munculnya JIL yang dimotori oleh kalangan muda NU atau JIMM yang dimotori kaum muda Muhammadiyah.
Ya, Islam Leleran seperti inilah yang gaweannya nyebarin virus SIPILIS (sekulerisme, pluralisme, liberalisme) di tubuh ummat Islam, supaya orang Islam sendiri semakin jauh dari Islamnya itu sendiri.
artikel "Islam Ngotot Datang dari Kota"
Peringatan Harlah NU ke-82 Islam Ngotot Muncul dari Kota
Jakarta, wahidinstitute. org
Presiden Republik Indonesia ke-4 KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan pengasuh Ponpes Raudhatut Thalibin Rembang Jawa Tengah KH. Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) didaulat menjadi narasumber pada peringatan Harlah NU ke-82 bertema Sufi dan Toleransi di Indonesia, yang diselenggarakan the WAHID Institute di Kantor the WAHID Institute Jl. Taman Amir Hamzah No. 8 Matraman Jakarta, Senin (28/01/2008) .
Pada acara yang dipandu Direktur Eksekutif the WAHID Institute Ahmad Suaedy ini, tampak hadir mantan juru bicara Gus Dur Adhie M Massardi, penyanyi Franky Sahilatua, Sekjen DPP PKB Yenny Wahid, anggota FKB Badriyah Fayumi, dan aktivis HAM MM Billah. Tampak juga aktivis dari berbagai agama dan lembaga sosial.
Dalam orasinya, Gus Dur mengingatkan, Islam mengajarkan toleransi dan memberi penghargaan yang tinggi kepada umat agama lain. Ini, antara lain, didasarkan pada Qs. al-Kafirun: 6:lakum dinukum waliya din/bagi kalian agama kalian dan bagiku agamaku."Ini kata Tuhan, bukan siapa-siapa, " tegasnya.
Menurut Gus Dur, keberagaman agama-agama itu telah ada sejak dahulu kala, yang karenanya tidak seharusnya diseragamkan. Yang terpenting untuk menyikapinya, imbuh Gus Dur, adalah seperti yang diajarkan Empu Tantular 8 abad silam pada masa awal Kerajaan Majapahit, yaitu bhinneka tunggal ika/berbeda- beda tetap satu jua.
"Ini yang harus kita pegangi. Jangan mencari perbedaannya, tapi carilah persamaannya, " pesannya.
Karena itu, menurut Gus Dur, apa yang dilakukan kelompok Islam keras dengan menuntut penyeragaman, itu tidak bisa dibenarkan. "Saya rasa, saya sependapat bahwa semuanya ini terjadi karena mereka nggak paham ajaran agama," tuturnya.
Gus Dur lantas mengaitkan ketidakpahaman pada ajaran agama ini dengan keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 1986, yang mengharamkan kaum muslim mengucapkan selamat natal pada orang Kristen. Hingga kini, Gus Dur mengaku tidak mengerti apa landasan MUI mengeluarkan keputusan demikian.
"MUI bilang, orang Kristen percaya Nabi Isa itu Tuhan. Itu kan urusan mereka. Masak kita ngurusin itu. Simpel to?," kata Gus Dur. "al-Qur'an sendiri kan bilang salamun 'alaihi yauma wulid (mudah-mudahan kedamaian atas Jesus pada hari kelahirannya) . Wong al-Qur'annya saja membolehkan, kok manusianya melarang," imbuhnya.
Gus Dur juga mengritik kelompok Islam tertentu yang begitu mudahnya mencap kafir kelompok Nasrani dan Yahudi. Jika al-Qur'an menyebut kata kafir, kata Gus Dur, itu tidak diarahkan pada Nasrani maupun Yahudi, karena mereka memiliki julukan khusus ahlu al-kitab. Karenanya, yang dikatakan kafir itu tak lain musyrik Makkah, yang menyekutukan Tuhan. "Baca gitu aja nggak bisa, ya repot," katanya.
Pembicara lain, budayawan KH. Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) menyatakan, Islam yang ngotot atau Islam pethenthengan, itu muncul dari kota, bukan dari desa. Karena lumrahnya, orang-orang desalah yang masih setia merawat Islam yang toleran, tengah-tengah dan yang tidak ngotot. "Ini yang bikin saya bangga dengan desa. Ini menurut pengamatan saya yang agak lama. Mungkin saya salah," katanya tawadhu'.
Ia juga menyatakan, buku-buku karya Abu al-A'la Maududi, Sayyid Qutub, Hasan al-Banna dan sebagainya, kebanyakan diterjemahkan orang kota. "Saya ndak melihat dari kalangan ndeso atau pesantren yang menerjemahkan buku-buku ini," ujarnya.
Dan memang, diakui Gus Mus, kini semangat keberagamaan yang berlebihan justru muncul dari kota. Semisal Kota Jakarta, Bandung, Solo dan sebagainya. Karena demikian menggebu-gebunya dalam beragama, katanya, akhirnya timbul Islam yang ngotot atau pethenthengan itu. "Kalau nggak begini, nggak sesuai mereka, pokoknya jahannam," katanya.
Gus Mus menyayangkan semangat orang kota ini, karena acapkali kengototan itu tak dibarengi dengan ketekunan belajar agama. Akhirnya, imbuhnya, terjadi ketidakseimbangan antara semangat keberagamaan dengan pemahamannya terhadap ajaran agama. "Repotnya, lalu mereka merasa seolah-olah mendapat mandat dari Gusti Allah untuk mengatur orang di dunia ini," kritiknya.
Mertua mantan koordinator Jaringan Islam Liberal (JIL) Ulil Abshar-Abdalla ini juga mengritik perilaku anarkis kelompok Islam tertentu atas kelompok lain yang berbeda, dengan alasan supaya mereka dicintai Allah SWT. Mereka ini, kata Gus Mus, sesungguhnya belum mengenal Allah SWT, karena Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Kasih dan Sayang atas hamba-hamba- Nya.
"Orang yang tidak kenal Gusti Allah tapi ingin menyenangkan- Nya, salah-salah malah mendapat marah-Nya. Jadi tidak logis ada orang mau menyenangkan Allah SWT, tapi tidak mengenal-Nya, " tegas Gus Mus.
Inilah sejatinya, kata Gus Mus, kelompok Islam yang ngaji agamanya tidak tutug alias tidak tuntas. Mereka baru belajar bab al-ghadhab (pasal marah), lantas berhenti mengaji. Dan mereka mengira ajaran Islam hanya sependek itu. Efeknya, ke mana-mana bawaan mereka marah melulu. Padahal, masih ada bab selanjutnya tentang tawadhu', sabar, dan seterusnya. Mereka inilah yang menjadi masalah, karena siapapun yang berbeda pasti akan disalahkan dan disesatkan.
"Dan sikap pethenthengan ini yang menjadi awal tidak adanya toleransi. Karena pethenthengan juga, kadang orang yang beragama melakukan hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agamanya secara tidak sadar.
Tapi kalau dasarnya cinta, seperti kaum sufi, itu nggak ada pethenthengan, " ujarnya.
Untuk itu, Gus Mus berpesan, hendaknya kaum muslim belajar terus tanpa henti. Dan berfikirlah segila mungkin, toh ayat al-Qur'an yang menyuruh berfikir itu sama banyaknya dengan ayat al-Qur'an yang menyuruh untuk berzikir. "Jadi, jangan pasang plang dulu 'saya wakil Pengeran'. Tapi pelajari dulu yang dalam. Kalau tidak, alih-alih dicintai Allah SWT, tapi malah dibenci-Nya, " katanya mengingatkan.
"Jika dimintai pendapat oleh Bakorpakem soal Ahmadiyah, apa yang akan Gus Mus sampaikan?" tanya aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL), Novriantoni Kahar.
Dengan kesantaian khas kiai pesantren, Gus Mus mengatakan dirinya tidak akan ngomong apa-apa soal Ahmadiyah, karena Bakorpakem belum memintai pendapatnya. "Nanti saja kalau sudah ditanya Bakorpakem," katanya disambut tawa hadirin.
Penulis buku Membuka Pintu Langit (Kompas: 2007) ini lantas mengritik perilaku kelompok Islam tertentu yang gemar merusak properti milik Jemaah Ahmadiyah atau memukuli jemaahnya, karena menganggap mereka sesat. Gus Mus menamsilkan, ada orang yang hendak pergi ke Jakarta lalu berhenti di Rembang Jawa Tengah. Ia lantas berjalan terus ke arah Surabaya. "Mau ke mana?" tanya Gus Mus. "Mau ke Jakarta!" jawab orang itu.
"Saya lalu bilang, mau ke Jakarta kok ke timur? Berarti kamu ini salah alias sesat. Ya, saya tempeleng saja. Apa begini caranya? Cara ini kan nggak bener dan lucu," kata Gus Mus heran.
Ini terjadi, kata Gus Mus, tak lain karena orang belajar ajaran agamanya tidak tutug atau tuntas. "Baru sarjana muda leren (selesai), lalu merasa sudah S3," sindirnya.[nhm]
Allahu'alam
Antara Bali & Gaza
Oleh Rizki Ridyasmara
Rasulullah SAW telah mengajarkan kepada kita semua bahwa umat Islam itu laksana satu bangunan yang kokoh, di mana jika ada satu bagian yang disakiti, maka bagian yang lain juga turut merasakan. Satu merasakan lapar, maka yang lain harus bersikap empati untuk tidak berfoya-foya menghamburkan uang. Inilah yang saya ingat kuat-kuat dan saya berusaha untuk sekuat mungkin tidak ingin melukai perasaan saudara-saudara seiman saya.
Beberapa hari lalu, sejumlah teman mengajak saya berikut keluarga untuk pergi ke Bali. Kata teman saya, agenda utamanya adalah Mukernas sebuah partai politik. “Di Bali, partai kita akan menjadi partai politik terbuka, tidak lagi ekslusif. sebab itu Pulau Bali ditunjuk sebagai lokasi penyelenggaraan mukernas, ” ujarnya.
Saya sudah lama mendengar rencana ini. Bahkan saya tahu siapa aktor utama di belakang pemilihan Bali sebagai lokasi Mukernas. Pulau Bali sengaja dipilih agar partai politik yang awalnya berangkat dari kalangan pengajian ini dianggap sebagai partai terbuka. Sah-sah saja alasan demikian. Namun saya secara pribadi agak bingung rasionalisasi dari rencana itu. Saya pernah tinggal selama setengah tahun di Bali, dan saya tahu persis bahwa Bali itu hidup cuma malam hari, siang sepi sunyi. Saya tidak sampai hati mengatakan bahwa di sana itu gudangnya maksiat, tapi itulah yang saya alami sendiri.
Mengetahui saya agak berat untuk ikut ke Bali, kawan saya mencoba membujuk. “Di Bali, kita tidak hanya mukernas, tapi juga rihlah, sebab itu kita juga mengajak keluarga kita semua. Bahkan beberapa biro perjalanan sudah menyatakan mau bekerjasama…, ” ujarnya lagi.
Astaghfirullah… saya mengurut dada. Belum kering lidah ini berteriak-teriak selamatkan Muslim Gaza dalam demo kemarin di Jakarta, sekarang demikian mudahnya memikirkan rihlah, ke Bali pula… Ketika saat berteriak-teriak selamatkan Muslim Gaza kita hanya menyumbangkan One Man One Dollar. Tapi ke Bali…? Tentu berlipat-lipat dollar yang harus dikeluarkan dari kantong kita… Dan sungguh, uang yang kita keluarkan tentu banyak yang tidak mengalir ke kantong saudara-saudara seiman kita di sana… Bahkan bukan mustahil, uang yang keluar dari dompet kita akan mengalir ke Israel, karena banyak resor dan penginapan di Bali melakukan promosi besar-besaran dengan berbagai perusahaan dan media massa Zionis-Israel.
Saya masih terdiam. Saya tidak sampai hati untuk mengatakan apa yang berkecamuk di dalam dada saya. Sebagai seorang kader yang sudah mengaji sejak tahun 1980-an, seharusnya dia tahu apa yang membuat saya sangat berat untuk ikut ke Bali. …Saudara-saudara kita di Gaza, Falujah, kelaparan, hidup bagaikan di dalam neraka, kita di sini malah sibuk memikirkan rihlah ke Bali. Ya Allah… ampunilah hamba-Mu yang dhaif ini karena akal hamba tidak mampu menemukan urgensi antara Bali dengan Gaza…
Saya akhirnya menggeleng. Saya tidak sampai hati bersenang-senang, bermalam di kamar ber-AC, menikmati breakfast, lunch, dan dinner di hotel yang berkecukupan, pergi ke pantai di antara jejeran tubuh bugil para turis bule, sedangkan saudara-saudara saya di Gaza, Falujah, dan di belahan bumi lainnya masih hidup bagaikan di neraka jahanam. Saya tidak tega.
Kawan saya akhirnya menyerah. Dia tetap pergi bersama keluarganya ke Bali. Saya pulang malam itu dengan langkah gontai. Menyusuri gelapnya jalanan kompleks.
Ya Allah… Kian hari, saya kian merasa sendiri… Kian hari saya kian merasa terasing dari kawan-kawan sendiri… kian hari kian merasa sunyi…. kian terasa senyap dan perih…. Saya mencoba menghibur diri, “Toh, jika kita mati, kita pun akan sendirian…”
(Elegi akhir Januari 2008)
Melihat dari kacamata orang awam....
dari milis pks+