Opini soal artikel "Islam Ngotot Muncul dari Kota"

saya dapet email mengenai "Islam Ngotot Muncul dari Kota". Awalnya sih didiemin, tapi ternyata ada yang kontra dengan tulisan di email tersebut. jadi malah heran. artikel ama kontranya ada dibawah.

Kalau saya sendiri berpikiran, "Islam Leleran"? "Islam Kota" kenapa perlu ada pengkotakan ya? bisa ada disintegrasi nih di tubuh Islam.

Pandangan pribadi nih, lakukan aja yang menurut masing-masing orang ketahui sesuai ilmu yang di miliki, g perlu lah namanya mengkotak-kotakkan, mengadili, melabeli, seseorang atau suatu kelompok dengan label tertentu.

Tentunya pemahaman satu orang dengna orang lain berbeda, g akan sama, selama aqidahnya tetap tiada illah selain Allah dan Muhammad Rosul Allah yg terakhir. terus imannya masih pada yang enam dan islamnya masih pada yang lima. udah cukup dikatakan dia Islam.

Apakah seseorang itu keras atau lembut, itukan karena ilmu yg dia peroleh. Kalau saya mah g usah deh menghakimi, cukup jalanin aja keyakinan kita. Kalau keyakinan kita mengharuskan kita tegas, ya lakukan ketegasan tersebut. Kalau keyakinan kita mengharuskan kita lembut, ya lembutkanlah.

Sibukkan diri dengan Hisab diri sendiri, g usah sibukkan diri dengan hisab orang lain. Udah yakin amal ente diterima? atau dengan menghakimi orang lain malah nambah dosa??? kalo kerjaannya emang jadi hakim, no comment deh.

ps: saya masuk pada salah satunya g ya??

Yang menimpali,

menarik..
tapi kalo kita lihat fenomena yang ada ternyata "Islam Leleran" juga ngotot muncul dari kota, yaitu orang-orang islam (bahkan konon dipanggil cendekiawan muslim) yang tidak terusik sanubarinya ketika aqidah agamanya dilecehkan dengan bermunculannya aliran sesat. Mereka bahkan mengatakan kalo semua agama itu sama, al-qur'an hanya produk sejarah, menafsirkan Al-qur'an dengan metode hermeunetika yang lebih mengedepankan akal, menolak perda-perda syari'ah karena dianggap mengancam disintegrasi, bahkan menolak syari'ah islam utk diterapkan di muka bumi ini.


Islam leleran sseperti ini bahkan telah mulai merambah ke kantong-kantong organisasi basis masa Islam seperti NU dan Muhammadiyah, terbukti dengan
munculnya JIL yang dimotori oleh kalangan muda NU atau JIMM yang dimotori kaum muda Muhammadiyah.

Ya, Islam Leleran seperti inilah yang gaweannya nyebarin virus SIPILIS (sekulerisme, pluralisme, liberalisme) di tubuh ummat Islam, supaya orang Islam sendiri semakin jauh dari Islamnya itu sendiri.

artikel "Islam Ngotot Datang dari Kota"

Peringatan Harlah NU ke-82 Islam Ngotot Muncul dari Kota

Jakarta, wahidinstitute. org

Presiden Republik Indonesia ke-4 KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan pengasuh Ponpes Raudhatut Thalibin Rembang Jawa Tengah KH. Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) didaulat menjadi narasumber pada peringatan Harlah NU ke-82 bertema Sufi dan Toleransi di Indonesia, yang diselenggarakan the WAHID Institute di Kantor the WAHID Institute Jl. Taman Amir Hamzah No. 8 Matraman Jakarta, Senin (28/01/2008) .

Pada acara yang dipandu Direktur Eksekutif the WAHID Institute Ahmad Suaedy ini, tampak hadir mantan juru bicara Gus Dur Adhie M Massardi, penyanyi Franky Sahilatua, Sekjen DPP PKB Yenny Wahid, anggota FKB Badriyah Fayumi, dan aktivis HAM MM Billah. Tampak juga aktivis dari berbagai agama dan lembaga sosial.

Dalam orasinya, Gus Dur mengingatkan, Islam mengajarkan toleransi dan memberi penghargaan yang tinggi kepada umat agama lain. Ini, antara lain, didasarkan pada Qs. al-Kafirun: 6:lakum dinukum waliya din/bagi kalian agama kalian dan bagiku agamaku."Ini kata Tuhan, bukan siapa-siapa, " tegasnya.

Menurut Gus Dur, keberagaman agama-agama itu telah ada sejak dahulu kala, yang karenanya tidak seharusnya diseragamkan. Yang terpenting untuk menyikapinya, imbuh Gus Dur, adalah seperti yang diajarkan Empu Tantular 8 abad silam pada masa awal Kerajaan Majapahit, yaitu bhinneka tunggal ika/berbeda- beda tetap satu jua.

"Ini yang harus kita pegangi. Jangan mencari perbedaannya, tapi carilah persamaannya, " pesannya.

Karena itu, menurut Gus Dur, apa yang dilakukan kelompok Islam keras dengan menuntut penyeragaman, itu tidak bisa dibenarkan. "Saya rasa, saya sependapat bahwa semuanya ini terjadi karena mereka nggak paham ajaran agama," tuturnya.

Gus Dur lantas mengaitkan ketidakpahaman pada ajaran agama ini dengan keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 1986, yang mengharamkan kaum muslim mengucapkan selamat natal pada orang Kristen. Hingga kini, Gus Dur mengaku tidak mengerti apa landasan MUI mengeluarkan keputusan demikian.

"MUI bilang, orang Kristen percaya Nabi Isa itu Tuhan. Itu kan urusan mereka. Masak kita ngurusin itu. Simpel to?," kata Gus Dur. "al-Qur'an sendiri kan bilang salamun 'alaihi yauma wulid (mudah-mudahan kedamaian atas Jesus pada hari kelahirannya) . Wong al-Qur'annya saja membolehkan, kok manusianya melarang," imbuhnya.

Gus Dur juga mengritik kelompok Islam tertentu yang begitu mudahnya mencap kafir kelompok Nasrani dan Yahudi. Jika al-Qur'an menyebut kata kafir, kata Gus Dur, itu tidak diarahkan pada Nasrani maupun Yahudi, karena mereka memiliki julukan khusus ahlu al-kitab. Karenanya, yang dikatakan kafir itu tak lain musyrik Makkah, yang menyekutukan Tuhan. "Baca gitu aja nggak bisa, ya repot," katanya.

Pembicara lain, budayawan KH. Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) menyatakan, Islam yang ngotot atau Islam pethenthengan, itu muncul dari kota, bukan dari desa. Karena lumrahnya, orang-orang desalah yang masih setia merawat Islam yang toleran, tengah-tengah dan yang tidak ngotot. "Ini yang bikin saya bangga dengan desa. Ini menurut pengamatan saya yang agak lama. Mungkin saya salah," katanya tawadhu'.

Ia juga menyatakan, buku-buku karya Abu al-A'la Maududi, Sayyid Qutub, Hasan al-Banna dan sebagainya, kebanyakan diterjemahkan orang kota. "Saya ndak melihat dari kalangan ndeso atau pesantren yang menerjemahkan buku-buku ini," ujarnya.

Dan memang, diakui Gus Mus, kini semangat keberagamaan yang berlebihan justru muncul dari kota. Semisal Kota Jakarta, Bandung, Solo dan sebagainya. Karena demikian menggebu-gebunya dalam beragama, katanya, akhirnya timbul Islam yang ngotot atau pethenthengan itu. "Kalau nggak begini, nggak sesuai mereka, pokoknya jahannam," katanya.

Gus Mus menyayangkan semangat orang kota ini, karena acapkali kengototan itu tak dibarengi dengan ketekunan belajar agama. Akhirnya, imbuhnya, terjadi ketidakseimbangan antara semangat keberagamaan dengan pemahamannya terhadap ajaran agama. "Repotnya, lalu mereka merasa seolah-olah mendapat mandat dari Gusti Allah untuk mengatur orang di dunia ini," kritiknya.

Mertua mantan koordinator Jaringan Islam Liberal (JIL) Ulil Abshar-Abdalla ini juga mengritik perilaku anarkis kelompok Islam tertentu atas kelompok lain yang berbeda, dengan alasan supaya mereka dicintai Allah SWT. Mereka ini, kata Gus Mus, sesungguhnya belum mengenal Allah SWT, karena Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Kasih dan Sayang atas hamba-hamba- Nya.

"Orang yang tidak kenal Gusti Allah tapi ingin menyenangkan- Nya, salah-salah malah mendapat marah-Nya. Jadi tidak logis ada orang mau menyenangkan Allah SWT, tapi tidak mengenal-Nya, " tegas Gus Mus.

Inilah sejatinya, kata Gus Mus, kelompok Islam yang ngaji agamanya tidak tutug alias tidak tuntas. Mereka baru belajar bab al-ghadhab (pasal marah), lantas berhenti mengaji. Dan mereka mengira ajaran Islam hanya sependek itu. Efeknya, ke mana-mana bawaan mereka marah melulu. Padahal, masih ada bab selanjutnya tentang tawadhu', sabar, dan seterusnya. Mereka inilah yang menjadi masalah, karena siapapun yang berbeda pasti akan disalahkan dan disesatkan.

"Dan sikap pethenthengan ini yang menjadi awal tidak adanya toleransi. Karena pethenthengan juga, kadang orang yang beragama melakukan hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agamanya secara tidak sadar.

Tapi kalau dasarnya cinta, seperti kaum sufi, itu nggak ada pethenthengan, " ujarnya.

Untuk itu, Gus Mus berpesan, hendaknya kaum muslim belajar terus tanpa henti. Dan berfikirlah segila mungkin, toh ayat al-Qur'an yang menyuruh berfikir itu sama banyaknya dengan ayat al-Qur'an yang menyuruh untuk berzikir. "Jadi, jangan pasang plang dulu 'saya wakil Pengeran'. Tapi pelajari dulu yang dalam. Kalau tidak, alih-alih dicintai Allah SWT, tapi malah dibenci-Nya, " katanya mengingatkan.

"Jika dimintai pendapat oleh Bakorpakem soal Ahmadiyah, apa yang akan Gus Mus sampaikan?" tanya aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL), Novriantoni Kahar.

Dengan kesantaian khas kiai pesantren, Gus Mus mengatakan dirinya tidak akan ngomong apa-apa soal Ahmadiyah, karena Bakorpakem belum memintai pendapatnya. "Nanti saja kalau sudah ditanya Bakorpakem," katanya disambut tawa hadirin.

Penulis buku Membuka Pintu Langit (Kompas: 2007) ini lantas mengritik perilaku kelompok Islam tertentu yang gemar merusak properti milik Jemaah Ahmadiyah atau memukuli jemaahnya, karena menganggap mereka sesat. Gus Mus menamsilkan, ada orang yang hendak pergi ke Jakarta lalu berhenti di Rembang Jawa Tengah. Ia lantas berjalan terus ke arah Surabaya. "Mau ke mana?" tanya Gus Mus. "Mau ke Jakarta!" jawab orang itu.

"Saya lalu bilang, mau ke Jakarta kok ke timur? Berarti kamu ini salah alias sesat. Ya, saya tempeleng saja. Apa begini caranya? Cara ini kan nggak bener dan lucu," kata Gus Mus heran.

Ini terjadi, kata Gus Mus, tak lain karena orang belajar ajaran agamanya tidak tutug atau tuntas. "Baru sarjana muda leren (selesai), lalu merasa sudah S3," sindirnya.[nhm]


Allahu'alam

No comments:

Feed

Sampaikan Walau Satu Ayat

↑ Grab this Headline Animator

Subscribe to Sampaikan Walau Satu Ayat by Email

I heart FeedBurner

Powered By Blogger