Kisah Anak Singa Dalam Sekumpulan Kambing

Alkisah, pada suatu hutan terdapat seekor singa betina yang akan melahirkan. Singa betina tersebut sendirian, tiada kawan dari kelompoknya yang menemani. Singa betina tersebut melahirkan anaknya sendiri dengan susah payah, yang pada akhirnya singa betina tersebut meninggal setelah melahirkan anaknya.

Anak singa betina tersebut yang baru dilahirkan berusaha bangkit berdiri setelah keluar dari rahim ibunya. Namun anak singa yang baru dilahirkan tersebut masih rapuh dan keempat kakinya belum kuat menopang tubuhnya sendiri, sehingga anak singa tersebut terjatuh berulang kali. Namun demikian, anak singa tersebut tidak menyerah dan tetap berusaha berdiri dengan keempat kakinya.

Tidak lama berselang dari kelahiran anak singa tersebut, sekawanan kambing hutan muncul dari balik pepohonan. Kawanan kambing tersebut tengah mencari daerah baru untuk mereka mencari lokasi hijau, lokasi yang dapat memenuhi kebutuhan mereka berupa rumput segar dan mata air penghilang dahaga. Kawanan kambing tersebut menyaksikan sebuah pemandangan yang cukup mengharukan bagi mereka. Seekor makhluk lemah yang baru dilahirkan dengan dibaluti oleh cairan dari rahim induknya masih melekat ditubuhnya, berusaha untuk bangkit dan menopang tubuhnya menggunakan keempat kakinya.

Rasa iba menyelusup masuk kedalam hati salah seekor kambing betina yang juga baru melahirkan seekor anak kambing. Dia mendekati anak singa tersebut untuk memberikannya air susu sehingga anak singa tersebut akan memiliki kekuatan untuk mengangkat tubuhnya. Anak singa meminum air susu dari kambing betina tersebut dengan lahapnya hingga dari air susu tersebut diperolehnya kekuatan untuk berdiri menggunakan keempat kakinya dan perlahan namun pasti, anak singa tersebut mencoba berjalan dan hingga akhirnya dia dapat berlari.

Merasakan kebaikan dari kambing betina tersebut, anak singa merasa bahwa dia adalah ibunya dan semenjak saat itu, anak singa tersebut tinggal bersama dengan kawanan kambing hutan untuk mencari lokasi terbaik untuk mereka hidup. Anak singa tersebut turut menjalani kehidupan layaknya kambing hutan, dia makan-makanan yang sama dengan kambing hutan lainnya, dia bersuara seperti kambing hutan lainnya, dan dia merasa dia juga adalah kambing bukannya singa si raja hutan.

Suatu ketika kawanan kambing hutan ini dihadang oleh segerombolan serigala lapar yang meneror mereka. Kawanan kambing merasa ketakutan dibuatnya, mereka berhamburan kesana kemari untuk menyelamatkan diri mereka. Sang kambing betina yang membesarkan si anak singa meminta anak singa untuk menghadapi gerombolan serigala tersebut,

“Hai anak singa, hadapi gerombolan serigala tersebut, lindungi kami” kata kambing betina,

“Tidak jangan aku,” sambil berlari kebelakang kambing betina, dan berkata “aku bukan singa, aku kambing. Aku takut dengan mereka!”

“Apa maksudmu?” kata kambing betina, “keluarkan suaramu yang keras” perintahnya,

Si anak singa mematuhi perintah kambing betina tersebut dan dengan menggunakan seluruh kekuatannya untuk mengeluarkan suara yang keras namun yang keluar bukan auman seekor singa, akan tetapi

“embeeeeek” teriak sang anak singa.

Kaget sang kambing betina, kenapa bukan auman singa yang keluar pikirnya. Disaat itu pula, saudara sesusuan sang anak singa diterkam oleh serigala, dan dicabik-cabik seluruh tubuhnya. Tetap, sang anak singa tetap tidak menolong dan malah berlari menjauh menyelamatkan dirinya.

Ketika berlari menjauh tersebut, sejenak dilihatnya, kambing betina yang dianggapnya sebagai ibu, menjadi target berikutnya dari gerombolan serigala. Kambing betina tersebut berhasil ditangkap dan digigit lehernya oleh seekor serigala hingga jatuh tersungkur.

Melihat kejadian itu, sang anak singa muncul sedikit keberaniannya, dan berlari menuju kambing betina tersebut untuk menolongnya. Sang kambing betina merasa sedikit bahagia karena si anak singa datang menolongnya, namun tak berselang lama dia kembali dikagetkan dengan tingkah laku sang anak singa.

Anak singa tersebut berlari kencang menuju dirinya dengan kepala si anak singa menunduk layaknya akan menyeruduk seperti seekor kambing kenapa dia tidak menerkam seperti layaknya seekor singa?

Anak singa berhasil menanduk serigala yang menerkam kambing betina, dan dengan marah sambil merasa takut, si anak singa mengeluarkan suara dengan sangat keras. Namun suara tersebut tidak membuat sang serigala takut, melainkan sang serigala merasa berani.

Awalnya sang serigala merasa takut akan diterkam oleh anak singa, namun ketika mendengar teriak si anak singa, sang serigala malah berani karena sang singa berteriak

“embeeeeek” teriak si anak singa.

Sambil terperangah dan hampir tidak percaya dengan pendengarannya, sang serigala mengumpulkan keberaniannya untuk menerkam si anak singa karena menurut sang serigala, yang dihadapinya bukanlah seekor singa akan tetapi seekor kambing bertubuh singa atau seekor singa bermental kambing.

Tanpa pikir panjang, sang serigala menerkam si anak singa denga taring dimulutnya dan kuku di keempat kakinya. Namun si anak singa hanya menanduk sang serigala, tidak berusaha untuk menggigitnya menggunakan taring dimulutnya atau kuku-kuku tajam dikakinya.

Pertarungan ini tak berlangsung lama, karena sang serigala dengan mudahnya menaklukkan singa bermental kambing ini. Ketika sang serigala akan mengoyak tubuh si anak singa, dari arah belakang terdengar suara lantang yang sangat keras dan memekakkan telinga yang mendengarkan dan menyiutkan hati para penghuni hutan yang mendengarkannya.

“Auuuummmmmmm” teriak seekor singa kepada kawanan kambing dan gerombolan serigala yang berada di hadapannya.

Seluruh binatang yang ada di sana lari tunggang langgang termasuk si anak singa yang telah terluka karena terkaman serigala.

Singa yang baru datang tersebut heran dengan tingkah anak singa tersebut yang hanya bisa menanduk sang serigala, bukannya menerkam dan menggigitnya. Sang singa berlari mendekatinya, namun si anak singa tersebut terus berlari dengan tergopoh-gopoh sambil memohon untuk tidak dimakan,

“ampun......., jangan makan saya, ampun ......” teriak anak singa

“tidak, aku tidak akan memakan kamu, karena kamu seekor singa .....” teriak singa yang baru datang tadi.

Sambil memohon ampun dan terus berlari, si anak singa terus mengembik ketakutan. Makin heranlah si singa akan tingkah laku anak singa tersebut. Tak berapa lama, si anak singa berhasil ditangkap,

“tenang, aku tidak akan memakanmu, aku tidak memakan sesama singa . .” jelas sang singa.

“tapi, aku kambing, aku bukan singa . . .” kata si anak singa tidak percaya.

Kesal dengan prilaku si anak singa, sang singa mengajaknya ketepi sungai yang jernih dan memintanya untuk melihat dirinya di air tersebut.

Si anak singa menuju ketepi sungai dan memperhatikan tubuhnya, kemudian dia melihat tubuh singa di sampingnya.

“hei, tubuh kita sama, . . . .” kata si anak singa.

“tentu saja” kata sang singa “karena kita sama, kita seekor singa, kau seekor singa bukan seekor kambing, kita adalah singa si raja hutan.”

Akhirnya sang singa mengajarkan kepada anak singa tersebut perilakuk seekor singa,

“Auuuuummmmm.....” teriak si anak singa dengan lantang sehingga membuat takut seisi hutan, termasuk kawanan kambing yang telah lama mengurusnya dan juga gerombolan serigala yang menerkamnya.

Akhirnya si anak singa menjadi raja hutan, setelah sebelumnya potensi dirinya tertidur dan terkubur.

Umat Islam saat ini layaknya anak singa tersebut, diasuh, dibesarkan dan dididik menggunakan budaya kambing, yang selalu merasa takut, merasa lemah, merasa tak berdaya dihadapan makhluk lainnya. Budaya ini berkembang dengan pesat di dunia Islam, seperti cara pergaulan, cara berpakaian, cara pandang yang matrialistik.

Semua budaya yang diajarkan kepada anak-anak umat islam tersebut telah menidurkan serta mengubur potensi yang ada dalam diri umat Islam. Potensi singa penguasa hutan, yang tidak takut dengan siapapun, yang berani menghadapi segala persoalan hidup yang telah tegas digariskan menggunakan Al Quran dan Assunah.

200 juta umat Islam di Indonesia, jika semuanya bermental kambing, berbudaya kambing, maka tidak akan ada artinya dihadapan seekor serigala yang dengan liciknya menghadang dan menyergap serta memojok umat Islam sehingga dengan mudahnya menjadi santapan mereka.

Namun akan berbeda jika, 200 juta umat Islam ini sadar akan potensinya sebagai singa raja hutan. Maka tidak akan ada yang berani macam-macam. Umat Islam saat ini dijuluki sebagai singa yang sedang tertidur dan sedang terbuai oleh mimpinya sendiri, mimpi yang dihembuskan oleh musuh-musuhnya yang takut jika sang singa bangun, maka kebohongan yang mereka sebarkan, kebohongan yang mereka tiupkan akan terungkap dan mereka akan kehilangan kekuasaan yang kini dengan enaknya dipegang dan dimanfaatkan oleh mereka.

Bangkit!

Lawan!

Hancurkan!

Kisah dalam “Ketika Cinta Bertasbih 2” Karya Kang Ebik dengan digubah menggunakan bahasa sendiri dan tambahan disana sini oleh dian

No comments:

Feed

Sampaikan Walau Satu Ayat

↑ Grab this Headline Animator

Subscribe to Sampaikan Walau Satu Ayat by Email

I heart FeedBurner

Powered By Blogger