Silsilah lengkap Laksamana Cheng Ho:
Cheng Ho bin Mi-Li-Jin bin Mi-Di-Na bin Bai-Yan bin Na-Su-La-Ding bin Sau-Dian-Chi (Sayid Syamsuddin) bin Ma-Ha-Mu-Ke-Ma-Nai-Ding bin Ka-Ma-Ding-Yu-Su-Pu bin Su-Sha-Lu-Gu-Chong-Yue bin Sai-Yan-Su-Lai-Chong-Na bin Sou-Fei-Er (Sayid Syafi'i) bin An-Du-Er-Yi bin Zhe-Ma-Nai-Ding bin Cha-Fa-Er bin Wu-Ma-Er bin Wu-Ma-Nai-Ding bin Gu-Bu-Ding bin Ha-San bin Yi-Si-Ma-Xin bin Mu-Ba-Er-Sha bin Lu-Er-Ding bin Ya-Xin bin Mu-Lu-Ye-Mi
bin She-Li-Ma bin Li-Sha-Shi bin E-Ha-Mo-De bin Ye-Ha-Ya bin E-Le-Ho-Sai-Ni bin Xie-Xin bin Yi-Si-Ma-Ai-Le bin Yi-Bu-Lai-Xi-Mo (Ali Zainal Abidin) bin Hou Sai-Ni (Sayidina Hussain) bin Sayyidatina Fatimah binti Rasulullah SAW.
*kutipan dari buku "Ahlul Bait Rasulullah SAW & Kesultanan Melayu"
Dari silsilah ini diketahui bahwa Laksamana Cheng Ho memang seorang muslim keturunan Rasulullah SAW.
Moyang Laksamana Cheng Ho adalah Sayid Syamsuddin, putera Sultan Bukhara yang dikalahkan Ghenghiz Khan. Sayid Syamsuddin jadi tawanan di Peking (Beijing). Karena akhlaknya yang mulia, beliau bukan saja dibebaskan, tapi malah diangkat jadi Penolong Menteri di Yunnan.
-Rizal-
note: rujuk buku Prof. Kong Yuan Zhi, "Muslim Tiong Hua Cheng Ho: Misteri Perjalanan Muhibbah di Nusantara".
Sumber : MIlis ITB dari rizal@giliran-timur.com tertanggal 3 maret 2007
(belom di cek lagi ke sumber lainnya)
Abu Raihanah
Diriwayatkan dari maula Abu Raihanah, dia berkata, "Abu Raihanah pulang dari suatu peperangan. Setibanya di rumah, beliau menemui isterinya dan makan malam. Setelah itu beliau minta diambilkan air wudhu kemudian berwudhu. Lalu pergi shalat ke masjid dan membaca al-Qur’an. Selesai dari membaca satu surat beliau meneruskan membaca surat berikutnya, begi-tulah seterusnya.
Ketika adzan sahur (sebelum Shubuh) dikumandangkan, beliau mengencangkan ikatan pakaiannya. Tiba-tiba isteri beliau datang dan berkata, 'Wahai Abu Raihanah, engkau telah berperang dan mendapat kemenangan dalam peperangan itu, lalu engkau datang menemuiku, tetapi mengapa engkau tidak menggilirku dan membahagiakan aku.'
Beliau menjawab, 'Benar, Demi Allah tidak pernah terlintas dalam hatiku. Kalau saja aku ingat dirimu pastilah engkau memperoleh hak dariku.'
Isterinya bertanya, 'Kalau demikian, apa yang menyibukkan dirimu wahai Abu Raihanah?' Dia menjawab, 'Hatiku senantiasa menginginkan sesuatu yang digambarkan Allah SWT di dalam Surga, berupa pakaian yang indah, isteri yang cantik, dan kenik-matan serta kebahagiaan terus menerus jika telah tinggal dan menetap di dalamnya.
Demikianlah, hingga aku mendengar Adzan Shubuh diku-mandangkan'."
(SUMBER: Az-Zuhdu, Ibnul Mubarak, 304)
Copas dari : Al-Sofwah
Ketika adzan sahur (sebelum Shubuh) dikumandangkan, beliau mengencangkan ikatan pakaiannya. Tiba-tiba isteri beliau datang dan berkata, 'Wahai Abu Raihanah, engkau telah berperang dan mendapat kemenangan dalam peperangan itu, lalu engkau datang menemuiku, tetapi mengapa engkau tidak menggilirku dan membahagiakan aku.'
Beliau menjawab, 'Benar, Demi Allah tidak pernah terlintas dalam hatiku. Kalau saja aku ingat dirimu pastilah engkau memperoleh hak dariku.'
Isterinya bertanya, 'Kalau demikian, apa yang menyibukkan dirimu wahai Abu Raihanah?' Dia menjawab, 'Hatiku senantiasa menginginkan sesuatu yang digambarkan Allah SWT di dalam Surga, berupa pakaian yang indah, isteri yang cantik, dan kenik-matan serta kebahagiaan terus menerus jika telah tinggal dan menetap di dalamnya.
Demikianlah, hingga aku mendengar Adzan Shubuh diku-mandangkan'."
(SUMBER: Az-Zuhdu, Ibnul Mubarak, 304)
Copas dari : Al-Sofwah
Abdul Mejid II
Abdul Mejid II (juga dengan sejumlah ejaan alternatif, termasuk Abd-ul-Mejid, Abdul Medjit, dan dalam bahasa Turki 'modern', Abdülmecit; dalam bahasa Arab عبد المجيد الثانى ) memiliki masa hidup mulai 29 Mei 1868 hingga 23 Agustus 1944. Beliau mulai menjabat sebagai Khalifah mulai dari 19 November 1922 hingga 3 Maret 1924. Ialah kalifah terakhir Turki Utsmani dan khalifah ke-101 sejak Abu Bakar.
Lahir pada 29 Mei 1868 di Istana Dolmabahçe di Istanbul (bekas Konstantinopel) dari Sultan Abd-ul-Aziz. Ia dididik secara pribadi. Pada 4 Juli 1918 saudaranya Mehmed VI menjadi Sultan. Menyusul pendepakan sepupunya dari tahta pada 1 November 1922 jabatan sultan dihapuskan. Namun pada 19 November 1922, ia diangkat sebagai khalifah oleh Majelis Nasional Turki di Ankara. Ia memerintah dari Istanbul, pada 24 November 1922. Pada 3 Maret 1924 ia diturunkan dan diusir dari Turki bersama dengan sisa keluarganya.
Pada 23 Desember 1896 ia menikah untuk pertama kalinya di Istana Ortaköy dengan Shahsuvar Bash Kadin Effendi (Istanbul 2 Mei 1881 – Paris 1945). Mereka memiliki seorang putra, Shehzade Ömer Faruk Effendi (27 Februari 1898 – 28 Maret 1969).
Lahir pada 29 Mei 1868 di Istana Dolmabahçe di Istanbul (bekas Konstantinopel) dari Sultan Abd-ul-Aziz. Ia dididik secara pribadi. Pada 4 Juli 1918 saudaranya Mehmed VI menjadi Sultan. Menyusul pendepakan sepupunya dari tahta pada 1 November 1922 jabatan sultan dihapuskan. Namun pada 19 November 1922, ia diangkat sebagai khalifah oleh Majelis Nasional Turki di Ankara. Ia memerintah dari Istanbul, pada 24 November 1922. Pada 3 Maret 1924 ia diturunkan dan diusir dari Turki bersama dengan sisa keluarganya.
Pada 23 Desember 1896 ia menikah untuk pertama kalinya di Istana Ortaköy dengan Shahsuvar Bash Kadin Effendi (Istanbul 2 Mei 1881 – Paris 1945). Mereka memiliki seorang putra, Shehzade Ömer Faruk Effendi (27 Februari 1898 – 28 Maret 1969).
Surat Cinta Untuk Anakku
Surat ini untukmu
Assalamu'alaikum,
Segala puji Ibu panjatkan kehadirat Allah ta'ala yang telah memudahkan Ibu untuk beribadah
kepada-Nya. Shalawat serta salam Ibu sampaikan kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi
wasallam, keluarga dan para sahabatnya. Amin…
Wahai anakku, Surat ini datang dari Ibumu yang selalu dirundung sengsara… Setelah berpikir
panjang Ibu mencoba untuk menulis dan menggoreskan pena, sekalipun keraguan dan rasa malu menyelimuti diri. Setiap kali menulis, setiap kali itu pula gores tulisan terhalang oleh
tangis, dan setiap kali menitikkan air mata setiap itu pula hati terluka… Wahai anakku!
Sepanjang masa yang telah engkau lewati, kulihat engkau telah menjadi laki-laki dewasa,
laki-laki yang cerdas dan bijak! Karenanya engkau pantas membaca tulisan ini, sekalipun
nantinya engkau remas kertas ini lalu engkau merobeknya, sebagaimana sebelumnya engkau telah remas hati dan telah engkau robek pula perasaanku.
Assalamu'alaikum,
Segala puji Ibu panjatkan kehadirat Allah ta'ala yang telah memudahkan Ibu untuk beribadah
kepada-Nya. Shalawat serta salam Ibu sampaikan kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi
wasallam, keluarga dan para sahabatnya. Amin…
Wahai anakku, Surat ini datang dari Ibumu yang selalu dirundung sengsara… Setelah berpikir
panjang Ibu mencoba untuk menulis dan menggoreskan pena, sekalipun keraguan dan rasa malu menyelimuti diri. Setiap kali menulis, setiap kali itu pula gores tulisan terhalang oleh
tangis, dan setiap kali menitikkan air mata setiap itu pula hati terluka… Wahai anakku!
Sepanjang masa yang telah engkau lewati, kulihat engkau telah menjadi laki-laki dewasa,
laki-laki yang cerdas dan bijak! Karenanya engkau pantas membaca tulisan ini, sekalipun
nantinya engkau remas kertas ini lalu engkau merobeknya, sebagaimana sebelumnya engkau telah remas hati dan telah engkau robek pula perasaanku.
Daftar Khalifah
Di bawah ini daftar khalifah yang pernah memerintah semenjak khulafaur rosyidin hingga kekhalifahan turki utsmani.
Khulafa'ur Rosyidin di Madinah
Khulafa'ur Rosyidin di Madinah
- Abu Bakar (632 - 634)
- Umar bin Khattab (634 - 644)
- Utsman bin Affan (644 - 656)
- Ali bin Abi Talib (656 - 661)
- Muawiyah I bin Abu Sufyan, 661-680
- Yazid I bin Muawiyah, 680-683
- Muwaiyah II bin Yazid, 683-684
- MarwanI bin al-Hakam, 684-685
- Abdul-Maluk bin Marwan, 685-705
- Al-Walid I bin Abdul-Malik, 705-715
- Sulaiman bin Abdul-Malik, 715-717
- Umar II bin Abdul-Aziz, 717-720
- Yazid II bin Abdul-Malik, 720-724
- Hisyam bin Abdul-Malik, 724-743
- Al-Walid II bin Yazid II, 743-744
- Yazid III bin al-Walid, 744
- Ibrahim bin al-Walid, 744
- Marwan II bin Muhammad (memerintah di Harran, Jazira) 744-750
Apa Itu Khilafah?
Sering saya mendengar kata-kata khilafah, namun pengertian khilafah saya dapatkan dari kesimpulan pribadi saya apa itu khilafah, tulisan berikut mungkin bisa jadi salah satu referensi untuk definisi khilafah tersebut.
Pengertian Bahasa Khilafah
Khilafah menurut makna bahasa merupakan mashdar dari fi’il madhi khalafa, berarti : menggantikan atau menempati tempatnya (Munawwir, 1984:390). Makna khilafah menurut Ibrahim Anis (1972) adalah orang yang datang setelah orang lain lalu menggantikan tempatnya (jaa`a ba’dahu fa-shaara makaanahu) (Al-Mu’jam Al-Wasith, I/251).
Dalam kitab Mu’jam Maqayis Al-Lughah (II/210) dinyatakan, khilafah dikaitkan dengan penggantian karena orang yang kedua datang setelah orang yang pertama dan menggantikan kedudukannya. Menurut Imam Ath-Thabari, makna bahasa inilah yang menjadi alasan mengapa as-sulthan al-a’zham (penguasa besar umat Islam) disebut sebagai khalifah, karena dia menggantikan penguasa sebelumnya, lalu menggantikan posisinya (Tafsir Ath-Thabari, I/199).
Imam Al-Qalqasyandi mengatakan, menurut tradisi umum istilah khilafah kemudian digunakan untuk menyebut kepemimpinan agung (az-za’amah al-uzhma), yaitu kekuasaan umum atas seluruh umat, pelaksanaan urusan-urusan umat, dan pemikulan tugas-tugas mereka (Al-Qalqasyandi, Ma`atsir Al-Inafah fi Ma’alim Al-Khilafah, I/8-9).
Pengertian Bahasa Khilafah
Khilafah menurut makna bahasa merupakan mashdar dari fi’il madhi khalafa, berarti : menggantikan atau menempati tempatnya (Munawwir, 1984:390). Makna khilafah menurut Ibrahim Anis (1972) adalah orang yang datang setelah orang lain lalu menggantikan tempatnya (jaa`a ba’dahu fa-shaara makaanahu) (Al-Mu’jam Al-Wasith, I/251).
Dalam kitab Mu’jam Maqayis Al-Lughah (II/210) dinyatakan, khilafah dikaitkan dengan penggantian karena orang yang kedua datang setelah orang yang pertama dan menggantikan kedudukannya. Menurut Imam Ath-Thabari, makna bahasa inilah yang menjadi alasan mengapa as-sulthan al-a’zham (penguasa besar umat Islam) disebut sebagai khalifah, karena dia menggantikan penguasa sebelumnya, lalu menggantikan posisinya (Tafsir Ath-Thabari, I/199).
Imam Al-Qalqasyandi mengatakan, menurut tradisi umum istilah khilafah kemudian digunakan untuk menyebut kepemimpinan agung (az-za’amah al-uzhma), yaitu kekuasaan umum atas seluruh umat, pelaksanaan urusan-urusan umat, dan pemikulan tugas-tugas mereka (Al-Qalqasyandi, Ma`atsir Al-Inafah fi Ma’alim Al-Khilafah, I/8-9).
Subscribe to:
Posts (Atom)